SEBUAH TULISAN DARI SEORANG MAHASISWA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
( FPIK )
UNIVERSITAS PADJAJARAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini, teknologi dan kemajuan jaman adalah hal yan g lumrah terjadi
disetiap tempat di muka bumi ini. Dengan majunya perkembangan teknologi di
dunia ini adalah akibat banyaknya pertumbuhan penduduk disetiap wilayah. Ini
diakibatkan karena sumber daya manusia pun meningkat. Apalagi sekarang
pendidikan untuk setiap manusia menjaid prioritas utama di suatu wilayah.
Dengan majunya teknologi sesuatu yang dulu mustahil menjadi mungkin saja
terjadi. Pengetahuan manusia yang berkembang yang membuat dunia ini begitu
berbeda dengan dahulu. Semua kebutuhan manusia menjadi sangat mudah terpenuhi.
Namun, semua itu tidak lepasnya dari dampak negatif yang terjadi. Permasalahan
– permasalahan pun timbul akibat kemajuan teknologi. Akibat keserakahan manusia
yang terkena imbas akibat ulah manusia adalah alam. Pencemaran terjadi dimana –
mana baik di darat, perairan, udara dan yang lainnya terkena akibat dampak
kemajuan teknologi tersebut.
Salah satunya adalah masalah yang ada di perairan yang saat ini sering terjadi.
Ada beberapa indicator yang dapat kita lihat dalam menentukan suatu perairan
masih baik atau sudah tercemar yaitu :
1.
Faktor fisika : tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan
adanya perubahan warna, bau dan rasa, bahan padat (solid), gaya antar listrik,
radioaktifitas, dan viskositas.
2.
Faktor kimia : zat kimia yang terlarut, perubahan pH, potensial reduksi –
oksidasi, alkalinitas, kesadahan, asiditas, kebutuhan oksigen, hydrogen, dan
fosfat.
pH merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kualitas air suatu
perairan. pH umumnya mengalami peningkatan akibat dari perairan yang sudah
tercemar oleh ulah manusia itu sendiri. Itu karena banyaknya limbah, ataupun
bahan organic dan anorganik yang mencemari perairan tersebut. Walaupun ada
beberapa factor lain yang dapat menyebabkan itu terjadi selain ulah manusia.
Inilah yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas yaitu pengaruh
peningkatan pH terhadap perairan.
B.
Maksud dan Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
· Mengetahui factor fisika dan
kimia sebagai indicator yang mempengaruhi suatu perairan
· Mengetahui akibat atau pengaruh yang
terjadi karena pengaruh factor fisika dan kimia
· Mengetahui factor – factor penyebab
terjadinya perubahan pH dalam suatu perairan.
BAB II
ISI
A.
Literatur Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter
kualitas air.
Kualitas Air merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air
untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi,
industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui
kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya.
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji
kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter
yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya),
parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan
parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya).
Lima syarat utama kualitas air bagi kehidupan ikan adalah :
1.
Rendah kadar amonia dan nitrit
2.
Bersih secara kimiawi
3.
Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai
4.
Rendah kadar cemaran organik, dan
5.
Stabil
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah
pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut,
CO2 bebas, pH, Konduktivitas, Kecerahan, Alkalinitas ).
Suhu air dipengaruhi komposisi substrat, kecerahan, kekeruhan, air tanah dan
pertukaran air, panas udara akibat respirasi dan naungan dari kondisi perairan
tersebut.
Kecerahan suatu perairan menentuan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus
suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat
berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan seichi
disk mencapai 20-40 cm dari permukaan.
Novotny dan Olem, 1994 (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa sebagian besar
biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 –
8,5. niali pH sangat mempaengaruhi proses biokomia perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Sedangkan menurut Haslam, 1995 (dalam
Effendi, 2003) menambahkan bahwa pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air
mati karena tidak dapat bertolerensi terhadap pH rendah.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung dari suhu air. Kelarutan oksigen dalam
air akan berkurang dari 14,74 mg/l pada suhu 0 0C menjadi 7,03 m/l pada suhu 35
0C. dengan kenaikkan suhu air terjadi pula penurunan kelarutan oksigen yang
disertai dengan naiknya kecepatan pernapasan organisme perairan, sehingga
sering menyebabkan terjadinya kenaikkan kebutuhan oksigen yang disertai dengan
turunnya kelarutan gas-gas lain di dalam air.
Peningkatan suhu sebsar 1 0C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut hingga mencapai nol (Brown dalam Effendi, 2003).
Kasry (1995) mengemukakan bahwa tingginya tingkat CO2 bebas dalam air
dihasilkan dari proses perombakan bahan organic dan mikroba. Kadar
karbondioksida bebas yang dikehendaki tidak lebih dari 12 mg/l dan kandungan
terendah adalah 2 mg/l. Kandungan karbondioksida bebas diperairan tidak lebih
dari 25 mg/l dengan catatan kadar oksigen terlarut cukup tinggi.
B.
Hubungan Antar Kualitas Air
Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik
dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi
kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun,
termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak
toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan
melakukan prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan
yoleransi yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.
Manurut Anonymaus(2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai pH awal.
Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk
meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila awalnya 6,3
dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan
terjadi diimbangi oleh kadar Co2 terlarut dalan air. Sehingga, Co2 akan
menurunkan pH.
1.
Parameter fisika
a.
Suhu
Pola temparatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan
oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola
temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor
yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal
dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan
tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang
ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan
bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah
memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa menurunnya laju pernafasan dan denyut
jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan
oksigen.
2.
Parameter kimia
a.pH
Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mepunyai nilai PH
dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai asam lemah sampai basa lemah.
PH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7
sampai 8,5.Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi.Disamping itu PH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang
tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.Sementara PH yang
tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air
akan terganggu, dimana kenaikan PH diatas netralakan meningkat konsentrasi
ammoniak yang jga sangat toksik bagi organisme.
Batas toleransi organisme terhadap PH bervariasi tergantung pada suhu, oksigen
terlarut, dan kandngan garam-garam ionik suatu perairan.Kebanyakan perairan
alami memiliki PH berkisar antara 6-9 . sebagian besar biota perairan sensitif
terhadap perubahan PH dan menyukai nilai Phsekitar 7-8,5(Effendi, 2003
dalam).Nilai PH sangat menentukan dominasi fitoplankton. Pada umumnya alga biru
lebih menyukai PH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap
asam(PH<6).Chrysophyta umumnya pada kisaran PH 4,5-8,5 dan pada umumnya
diatom pada kisaran PH yang netral akan mengandung keanekaragaman jenisnya.
b.
DO
Kandungan oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan.Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasibagi
sebagian besar organisme air.Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi
terutama oleh suhu.Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu
0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/i O2.Kosentrasi menurun sejalan dengan meningkatnya
suhu air.Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan
sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut.
Sanusi(2004) dalam Yazwar(2008) mengatakan bahwa nilai DO yang berkisar
diantara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan.Barus(2001)
dalam Yazwar(2008), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan
sebaiknya berkisar antara 6,3 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi
tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan tersebut.Untuk menghitung
konsentrasi DO dalam perairan dapat di hitung dengan rumus;
DO= (V ( titran) x N ( titran) x 8 x
1000)/ V Botol titran-4
Dimana:
V(
titran)= Volum larutan yang di pakai saat titrasi (ml)
N(
titran)= Konsentrasi Na-thiosulfat 0,025 N
V
botol DO= Volum bool yang di gunakan untuk menampung sampel
c.
CO2
Istilah karbondioksida bebas atau free CO2 digunakan untuk menjelaskan CO2 yang
terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagi ion
bikarbonat(HCO3-) dan ion karbonat(CO32-).CO2 bebas menggambarkan keberadaan
gas CO2 diperairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer.Nilai
CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas.
Karbondioksida sangat diperlukan untukproses fotosintesis yaitu sebagai sumber
karbon. Kandungan karbondioksida di setiap kedalaman nilainya selalu menurun.
Pada kedalaman 0-2 m nilainya berkisar antara 4,99-6,59, pada kedalaman 2-4 m
nilainya berkisar antara 4,39- 6,39 danpada kedalaman 4-6 m nilainya berkisar
antara 4,32-5,99 mg/l.
d.
TOM
Tingginya kadar TOM karena habitat tersebut berupa rawa dan ditumbuhi vegetasi
air yang banyak memasok serasah. Pergerakan air yang lemah serta adanya aliran
inlet dari Sungai lain, juga menunjang tingginya komponen debu dan liat pada
sedimen yang akan banyak menyimpan TOM. Sedimen dengan ukuran partikel lebih
halus umumnya memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan
ukuran partikel yang lebih besar. Semakin halus tekstur substrat semakin besar
kemampuannya menjebak bahan organic.
Kadar TOM dalam sedimen mencirikan tingkat kesuburan suatu perairan.Kadar TOM
<17% ( dari berat kering sedimen) menunjukkan tipe oligotrof, sedangkan
kadar TOM >30 % mencirikan type eutrofik.
5.
Amonia
Amonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea)
dan nitrogen anorganik (tumbuhan dan biota perairan yang telah mati) oleh
mikroba jamur (proses amonifikasi). Amonia jarang ditemukan pada perairan yang
mendapat cukup pasokan oksigen. Kadar amonia di perairan alami biasanya tidak
lebih dari 0,1 mg/liter.
Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia,serta
industri bubur kertas. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan
limpahan pupuk (run off) pupuk pertanian .
Efendi (2000) dalam S.Y. Srie Rahayu, dkk(2007) mengatakan bahwa, feses biota
akuatik merupakan limbah aktivitas metabolisme yang banyak mengeluarkan
amoniak. Pescod(1973) mengatakan bahwa batas toleransi maksimum fitoplankton
terhadap kandungan amonia di perairan adalah 0,2 mg/l.
f.
Nitrat
Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal
dari industri, bahan peledak, pirotekni, dan pemupukan. Secara alamiah kada
nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air
tanah di daerah yang di beri pupuk yang di beri nitrat/ nitrogen.
Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat.Kadar
nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter.Kadar
nitrat yang lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik
yang berasal dari aktivitas manusia. Pada perairan yang menerima limpasan dari
daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai
1.000 mg/liter.
g.
Orthofosfat
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai
organisme akuatik.Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas
pertukaran energi dari organisme yang di butuhkan dalam jumlah
sedikit(mikronutrien), sehingga fosfat berperan sebagi faktor pembatas bagi
pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekosistem
perairan akan meningkatkan pertumbuahan algae dan tumbuhan hewan lainnya secara
cepat.Peningkatan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut,
diikuti dengan timbulnya anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik
misalnya methan, nitrat, dan belerang.
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber
nitrogen di perairan dan keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif
sedikit dengan konsentrasi yang relatif kecil dibandingkan nitrogen. Sumber
antropogenik fosfor di perairan adalah limbah industri dan domestik, yaitu
fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang
menggunakan pupuk juga memberikan konstribusi yang cukup besar bagi keberadaan
fosfor .
C.
pH
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang
mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik
tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan
baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Nilai pH juga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH
pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan
sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu
perairan (Odum, 1971). Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan
indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi
kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan
nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan
tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH
lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar.
Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi
suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam
konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi, yaitu Larutan
ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan
ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi
dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan
suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih.
Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah
yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium,
kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Larutan penyangga yang sedangkan pH
yang tinggi mengindikasikan perairan basa. Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan
larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari
asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah
dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebihi. Secara pH
parameter ntuk kehidupan ikan-ikan tersebut adalah 6,5-8,4.
Reaksi
kimia yang terjadi (asam dan basa)
Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang
ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.
CH3COO-(aq)
+ H+(aq) → CH3COOH(aq)
a.
Pada penambahan basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan
bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan
bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi,
penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+.
Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion
CH3COO- dan air.
CH3COOH(aq)
+ OH-(aq) → CH3COO-(aq) + H2O(l)
2.
Larutan penyangga basa
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3
dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
b.
Pada penambahan asam
Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal
tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion
OH- dapat dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya
komponen basa (NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan
basa NH3 membentuk ion NH4+.
NH3
(aq) + H+(aq) → NH4+ (aq)
Fungsi
pH
Derajat keasaman ini Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain
itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu,
sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut
sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Fluktuasi pH air sangat di
tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air
tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap
“gangguan” terhadap pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH
terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini
telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
Keberadaan
pH di suatu perairan
Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air yaitu
diberbagai perairan:
a.
Laut
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk
terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak
seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut
permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 –
8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian
ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.
Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air,
misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas
NiCN sampai 1000 kali.
b.
Danau
Perairan danau nilai pH berkisar pH 6,7 – 8,6 hal ini dkarenakan karena
kedalaman danau dangkal sehingga pH tanah sangat mempengaruhinya.
c.
Waduk
Perairan waduk nilai pH berkisar 5,7-10,5 hal ini dikarenakan Pengkuran pH dan konduktivitas
menunjukkan bahwa penurunan pH sejalan dengan kedalaman, diikuti kenaikan
konduktivitas. Hal ini disebabkan proses dekomposisi bahan organik menyebabkan
terbentuknya senyawasenyawa asam organik yang akan menurunkan pH, dan pelepasan
senyawa anorganik yang akan memperkaya kandungan ion dalam perairan sehingga
meningkatkan konduktivitas.
d.
Sungai
Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam
dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam
larutan (Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap
perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 .
Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain
itu organisme akuatik dapat bertahan hidup pada kisaran ph tertentu. Fluktuasi
pH sangat ditentukan oleh alkaliniitas air tersebut. Suatu perairan yang
produktif dan mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik terutama ikan
menurut PP No. 82 (2001) yaitu berkisar 6-9. Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup.
Ikan sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Ikan ini dapat bertahan
hidup di perairan dengan derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai di
perairan yang basa (pH tinggi) dengan pH 5-9. Kandungan oksigen yaitu 02
terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm. Kadar
karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran adalah 9-20 ppm. Tingkat alkalinitas
yang dibutuhkan 80-250 ppm. Secara sederhana, pengertian pH menunjukkan kondisi
asam atau basa dari suatu perairan. Derajat keasaman juga merupakan indikator
yang dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur lain yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan ikan. Nilai pH yang rendah mengindikasikan bahwa perairan
asam, sedangkan pH yang tinggi mengindikasikan perairan basa. Kedua kondisi ini
tidak baik untuk kegiatan budidaya. Perubahan pH secara mendadak ditandai
dengan berenangnya ikan sangat cepat. Bila terjadi penurunan pH secara terus-menerus,
akan keluar lendir yang berlebihan atau iritasi kulit sehingga ikan akan mudah
diserang penyakit. Kondisi yang baik untuk ukuran keasaman perairan budidaya
berada pada kisaran pH 6 —8 (R. Eko Prihartono, 2004). pH atau kadar keasamaan
air yang baik untuk budidaya lobster air tawar adalah berada pada angka 6
sampai 8. (lihat gambar skala pH berikut). Kadar keasaman ini dapat dijaga
dengan total alkanitas, jumlah plankton yang tidak berlebihan dan kebersihan
dari das.
Perubahan
pH di Perairan
Tingkat keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air yang penting
dalam ekosistem perairan tambak. Faktor- faktor yang Perubahan pH di perairan
yaitu:
1.
Aktivitas fotosintesis
2.
Aktivitas respirasi
Fotosintesis memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan
dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan
meningkatkan pH perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen
ekosostem akan meningkatkan jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan
menurun (Wetzel, 1983). Nilai pH perairan merupakan parameter yang dikaitkan
dengan konsentrasi karbon dioksida (CO2) dalam ekosistem. Semakin tinggi
konsentrasi karbon dioksida, pH perairan semakin rendah. Konsetrasi karbon
dioksida ditentukan pula oleh keseimbangan antara proses fotosintesis dan
respirasi. Fotosintesis merupakan proses yang menyerap CO2, sehigga dapat
meningkatkan pH perairan. Sedangkan respirasi menghasilkan CO2 kedalam
ekosistem, sehingga pH perairan menurun. Karbon dioksida dalam ekosistem
perairan dihasilkan melalui proses respirasi oleh semua organisme dan proses
perombakan bahan organik dan anorganik oleh bakteri.
Selain dari itu pH di perairan dari yang tinggi ke pH rendah dapat disanggah
oleh unsur calsium yang terdapat dalam air asli itu sendiri. Apabila suatu
perairan kadar calsium dalam bentuk Ca(HCO3)2 cukup tinggi, maka daya
menyanggah air terhadap pergoncangan pH menjadi besar.Unsur Ca didalam air
membentuk dua macam senyawa yaitu:
1.
Senyawa kalsium carbonat (CaCO3) yang tidak dapat larut
2.
Senyawa kalsium bicarbonat atau kalsium hidrogen karbonat (Ca(HCO3)2) yang
dapat larut dalam air.
Faktor yang menentukan besar kecilnya kemampuan penyanggah pergoncangan asam
(pH) adalah banyaknya Ca (HCO3)2 di dalam air.
Proses terjadinya penyanggahan asam didalam air adalah sbb: Kalau dalam suatu
perairan, CO2 terambil, maka mula-mula pH air akan naik, akan tetapi pada saat
yang bersamaan Ca(HCO3)2 yang larut dalam air itu akan pecah.
Sehingga dalam air itu terjadi pembentukan CO2 yang baru, selanjutnya pH air
mempunyai kecenderungan untuk turun lagi. Berdasarkan proses tersebut diatas,
kadar Ca yang terkandung dalam air menjadi berkurang. Kalsium bikarbonat yang terbentuk
pada pemecahan itu akan mengendap berupa endapan putih didasar perairan, pada
daun-daun tanaman air dsb. Sebaliknya, apabila terbentuk gas CO2 yang banyak
didalam air maka mula-mula pH air mempunyai kecenderungan untuk turun akan
tetapi dengan segera gas CO2 yang berkeliaran bebas itu akan diikat oleh CaC03
yang sulit larut dalam air . Sehingga jumlah CO2 bebasnya akan berkurang,
akibatnya pH air mempunyai kecenderungan untuk naik, sehingga kecenderungan pH
untuk turun dapat disanggah.Jadi jumlah Ca (HCO3 )2 dalam air merupakan salah
satu unsur dari baik buruknya perairan sebagai lingkungan hidup.
Penyebab
Utama Penurunan pH di Hatchery
Dalam usaha budidaya di hatchery, pertumbuhan organisme budidaya sangat
dipengaruhi oleh kualitas air dan jumlah pakan yang di berikan. Jumlah pakan
yang di berikan tergantung tingkat konsumsi dan kebiasaan makan dari
organisme budidaya itu sendiri. Jika takaran atau dosis pakan
yang di berikan sesuai maka proses pertumbuhan organisme budidaya dapat
berlangsung dengan baik. Tetapi jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai
takaran atau dosis yang di tentukan maka laju pertumbuhan organisme budidaya
akan terhamabat.
Selain dari itu juga, jika jumlah pakan yang diberikan, melebihi takaran atau
dosis untuk kebutuhan konsumsi organisme budidaya, maka jumlah
pakan yang lebih tersebut akan mengendap didasar bak pemeliiharaan (hatchery).
Sehingga apabila proses ini berjalan terus maka lama kelamaan jumlah endapan
pakan di dasar bak semakin meningkat dan mengalami pembusukan. Sehingga dengan
peningkatan endapan pakan yang ada di dasar hatchery tersebut maka akan
menyebabkan terjadinya penurunan pH. Sehingga perairan budidaya hatchery
tersebut akan mengalami tingkat keasaman.
Pengaruh
Perubahan pH Terhadap Kesehatan Ikan
Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan ikan terhadap pH
bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut,
adanya variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota.
Perairan basa (7 – 9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong
proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat
diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974).
pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan
terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan
demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung
garam CaCO3 (Cholik et al., 2005). pH air yang tidak optimal akan berpengaruh,
meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S.
Adanya peningakatan daya racun hasil metabolisme tersebut maka dapat
menyebabkan kondisi tubuh ikan terganggu, misalnya:
–
Ikan mengalami sters
–
Tidak memiliki nafsu makan
–
Cara berenangnya tidak stabil, dan gelisah
–
Tidak mampu berkembang biak atau bertelur.
–
Pertumbuhan terhambat
Dengan melihat Kondisi ikan yang terganggu tersebut maka organisme
pathogen penyebab penyakit seperti jamur, bakteri, parasit dan virus,
mempunyai kesempatan untuk masuk dan menyerang ikan tersebut. Dan jika serangan
organisme pathogen tersebut tidak di tanggulangi atau tidak di cegah dengan baik
maka ikan yang terkena serangan tersebut akan mengalami kematian.
KESIMPULAN
Beberapa factor yang menjadi indicator pengaruh terhadap perairan dibagi
menjadi dua macam, yaitu factor kimia dan fisika. Factor fisika diantaranya :
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan
warna, bau dan rasa, bahan padat (solid), gaya antar listrik, radioaktifitas,
dan viskositas. Faktor kimia diantaranya : zat kimia yang terlarut, perubahan
pH, potensial reduksi – oksidasi, alkalinitas, kesadahan, asiditas, kebutuhan
oksigen, hydrogen, dan fosfat.
Akibat pengaruh factor fisika dan kimia pada perairan adalah dampaknya akan
langsung mengenai organisme di perairan tersebut. Seperti pengaruh
pH terhadap perairan adalah mengakibatkan adanya racunikan di perairan tersebut
mengakibatkan meningkatnya daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S.
Adanya peningakatan daya racun hasil metabolisme tersebut maka dapat
menyebabkan kondisi tubuh ikan terganggu, misalnya : Ikan mengalami
stress, tidak memiliki nafsu makan, cara berenangnya tidak stabil dan
gelisah, tidak mampu berkembang biak atau bertelur, pertumbuhan terhambat.
Adapun faktor- factor yang mempengaruhi perubahan pH di perairan
yaitu akibat dari aktivitas fotosintesis dan aktivitas respirasi